Penelusuran Nyinyiran Rektor ITK Sebut Jilbab dengan Penutup Kepala Orang Gurun
MLIPIR — Assalamualaikum Teman Mlipir. Sebuah unggahan di media sosial terkait dengan dugaan unggahan pernyataan nyinyir Rektor Institute Tehnologi Kalimantan Budi Santosa Purwokartiko, yang menyebut jilbab muslimat dengan 'Menutup Kepala Ala Manusia Gurun’, menjadi viral di media sosial.
Viral ini berawal dari unggahan akun Facebook Aisha Rara. Ia mengunggah tentang sebuah unggahan yang dia sebut sebagai unggahan Budi Santosa Purwokartiko. Unggahan Budi Santosa disebutnya sebagai unggahan rasis yang mendiskreditkan perempuan muslim.
Baca: Tamparan Sayang KH Syukron Ma’mun untuk Banser Penjaga Gereja
Dalam unggahan tersebut Budi Santosa awalnya bercerita tentang mahaiswa yang mengikuti pogram Dikti yang dibiayai LPDP. Ia menyebut para mahasiswa ini sebagai anak-anak pintar yang punya kemampuan luar biasa.
Budi Santosa menyebut tidak ada satu pun ia mendapatkan para mahasiswa itu punya hobi demo. Tapi mereka adalah mahaswa dengan IP luar biasa tinggi di atas 3,5.
Tapi yang paling menyolok adalah pernyataan Budi Santosa yang menyebut: Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satupun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar2 openmind. Mereka mencari Tuhan ke negara2 maju seperti Korea, Eropa barat dan US, bukan ke negara yang orangnya pandai bercerita tanpa karya tehnologi.
Atas unggahan ini, akun Aisha Rara kemudian mengunggah screen shoot unggahan Budi Santosa, disertai dengan komentar:
Rupanya ujian bagi kaum muslimin Indonesia di penghujung Ramadhan ini masih ada.
Semoga kita semua bisa bersabar dan fokus berjuang memperbaiki diri dan kehidupan.
Adapun anggapan-anggapan dan sikap rasis yang sangat menjijikan seperti ini, selayaknya kita anggap sebagai ujian yang memicu diri kita untuk menjadi pribadi muslimah yang lebih baik. Dan dengan keistiqomahan keyakinan yang membuat kita konsisten menenggerkan kain untuk menutupi aurat kita, disitulah keberkahan dan ketenangan hidup kita peroleh.
Baca: Hendri Satrio: Siapa Sebenarnya Orangnya Anies?
Tak perlu bersedih jika ada yang menganggap wanita muslimah yang berjilbab itu bodoh, terbelakang, lamban dan tidak kompetitif. Karena, sungguh, mau dilihat dari jaman yang manapun, atau masa yang bagaimanapun, akan selalu kita temukan wanita-wanita berhijab yang mampu membawa kebaikan yang bermanfaat bagi peradaban di berbagai belahan bumi. Wanita berpenutup kepala yang membaktikan dirinya kepada negara, bangsa, manusia dan ilmu pengetahuan, dengan tetap mengedepankan ketaatan atas perintah Tuhan.
Justru pemikiran yang diungkap oleh seorang profesor yang mendiskreditkan perempuan berjilbab inilah yang sangat ketinggalan jaman. So old style. Seperti fosil peradaban. Layaknya seseorang yang percaya bahwa melahirkan bayi perempuan adalah sebuah kesialan, begitulah kekerdilan pemikiran sang profesor ini patut disetarakan.
Menyedihkan sekali.
Ranah dan lembaga akademisi universal yang seharusnya ramah dan terbuka terhadap semua pemikiran dan keyakinan, malah dijadikan tempat pengkotak-kotakan manusia yang mengukur tingkat kecerdasan perempuan berdasarkan ada tidaknya penutup kepala yang dikenakan. Jika demikian, dimana letak open mindednya? Dimana letak ke-universalannya?
Padahal ini adalah program pemerintah yang sumber dananya berasal dari kantong seluruh rakyat Indonesia. Tapi kenapa pihak penyelenggara malah menempatkan seorang rasis dan fasis sebagai penguji? Yang secara langsung dan terbuka bertindak sangat subjektif, mendiskriminasi, memecah belah dan mengolok-olok para pihak yang mungkin dianggap bersebrangan dengannya.
Padahal gaji yang ia peroleh pun berasal dari seluruh rakyat Indonesia, baik yang berpenutup kepala maupun yang tidak. Padahal posisi yang dia ampu pun adalah amanah penyelenggara negara yang dipilih dan digaji oleh rakyat Indonesia, baik yang herpenutup kepala maupun tidak.
Oleh karena itu, saya mohon pihak:
Forum Beasiswa Luar Negeri DIKTI Republik Indonesia
KEMENDIKBUD REPUBLIK INDONESIA
Mempertimbangkan kembali tentang keberadaan BUDI SANTOSO PURWOKARTIKO sebagai tim penguji. Sungguh apa yang beliau tuliskan ini sangatlah tidak pantas keluar dari seorang akademisi, sangat tidak profesional, menyakiti hati kaum muslimin dan berpotensi memperuncing perbedaan yang bisa memecah belah bangsa.
Dan untuk ke depannya, bisa dengan lebih cermat dan seksama memilih orang-orang yang benar-benar kompeten, objektif, cerdas, mencintai persatuan dan kesatuan bangsa dan memegang keluhuran nilai-nilai Pancasila sehingga tidak berpikiran rasis dan fasis terhadap warga negara Indonesia.
Sungguh kita harus menindak tegas semua pihak yang dengan sengaja menyulut sumbu perpecahan bangsa. Terimakasih.
Ttd.
Herawati Aisha Rara
Hasil penelusuran Republika, unggahan Budi Santosa sudah di akun Facebook Budi Santosa Purwokartiko sudah tidak ada lagi. Tidak diketahui apakah sudah dihapus atau memang tidak pernah menggungah unggahan tersebut.
Saat Mlipir Republika menanyakan persoalan tersebut melalui chat di Facebook dan teleponnya juga belum direspon.
Baca Juga:
Kopi Takar, Kopi Khas Mandailing dan Sipirok
Kopi Papua, Kopi Eksotis Favorit Ratu Belanda